Parasite (2019) dan Wajah Kapitalisme dalam Bingkai Sinematografi
Lewat bingkai kamera, film Parasite menyingkap jurang antara si kaya dan si miskin.

Sejak dirilis pada 2019, Parasite karya Bong Joon-ho bukan hanya menjadi film pemenang Oscar pertama dari Korea Selatan, tetapi juga sebuah cermin yang tajam bagi realitas sosial. Film ini menawarkan analisis mendalam tentang sinematografi Parasite dan kritik kapitalisme melalui simbol visual yang kuat.
Dengan pendekatan semiotika dan teori perjuangan kelas ala Karl Marx, Parasite menggambarkan bagaimana masyarakat modern dikendalikan oleh struktur ekonomi yang timpang. Lalu, bagaimana sinematografi film ini berbicara tentang ketidakadilan sosial?
Tangga dan Hierarki Sosial dalam Sinematografi Parasite
Salah satu elemen visual paling menonjol dalam Parasite adalah penggunaan tangga. Tangga bukan sekadar elemen arsitektural, tetapi simbol eksplisit dari stratifikasi sosial. Dalam bukunya The Social Construction of Reality, Peter Berger dan Thomas Luckmann menyebutkan bahwa realitas sosial dibentuk oleh simbol-simbol yang kita internalisasi. Bong Joon-ho menggunakan simbol tangga untuk menunjukkan perbedaan antara kelas atas dan bawah secara harfiah dan metaforis.
Dalam berbagai adegan, keluarga Kim—yang mewakili kaum proletar—terlihat selalu naik dan turun tangga, menggambarkan usaha mereka untuk mendaki status sosial. Namun, sistem kapitalisme yang tidak adil terus menarik mereka kembali ke bawah. Sebaliknya, keluarga Park—yang mewakili borjuasi—tinggal di rumah yang tinggi menandakan status mereka yang jauh dari realitas kelas pekerja.
Bong Joon-ho juga memperkuat simbolisme ini dengan sudut pengambilan gambar. Ketika keluarga Kim pertama kali memasuki rumah keluarga Park, kamera sering kali menangkap mereka dari sudut bawah, menunjukkan bagaimana mereka ‘menatap ke atas’—secara literal dan figuratif—pada kehidupan kaum borjuasi.
Sebaliknya, saat keluarga Park melihat mereka, kamera menyorot dari sudut atas, mencerminkan dominasi mereka dalam hierarki sosial. Teknik ini sejalan dengan konsep surveillance society dari Foucault, di mana kekuasaan selalu berada dalam posisi mengawasi dan mengendalikan yang tertindas.
Selain itu, transisi antara ruang bawah tanah, rumah semi-basement, dan rumah mewah mempertegas bagaimana perbedaan kelas bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga fisik dan eksistensial.
Kehidupan keluarga Kim yang harus terus berpindah dari satu tingkat ke tingkat lainnya menegaskan ketidakstabilan sosial yang mereka alami, berbeda dengan kestabilan yang dinikmati keluarga Park dalam rumah mereka yang luas dan statis. Tangga bukan sekadar elemen arsitektural, tetapi simbol eksplisit dari stratifikasi sosial.
Permainan Cahaya dan Bayangan: Kritik Kapitalisme dalam Visual
Dalam Parasite, permainan cahaya dan bayangan tidak hanya berfungsi sebagai elemen estetika, tetapi juga menjadi bahasa visual yang kuat dalam merepresentasikan stratifikasi sosial. Cahaya terang yang selalu membanjiri rumah keluarga Park merefleksikan kemewahan, keterbukaan, dan kestabilan yang dimiliki oleh kelas borjuasi. Cahaya alami ini seolah memberikan ilusi bahwa kehidupan mereka transparan dan harmonis meskipun ada ketidakadilan yang tersembunyi di baliknya.
Sebaliknya, keluarga Kim tinggal di rumah semi-basement yang hanya menerima secercah cahaya dari jendela kecil di dekat langit-langit. Kondisi ini menggambarkan keterbatasan akses mereka terhadap sumber daya dan kesempatan dalam masyarakat kapitalis. Cahaya yang redup dan terbatas memperkuat gagasan bahwa mereka hidup di pinggiran, secara harfiah dan figuratif.
Dalam teori false consciousness Karl Marx, kelas pekerja sering kali hidup dalam bayang-bayang tanpa menyadari betapa terstruktur dan timpangnya sistem yang mereka hadapi.
Bong Joon-ho juga menggunakan permainan cahaya untuk menunjukkan bagaimana kekuasaan bekerja secara halus namun efektif. Salah satu adegan yang paling mencolok adalah ketika Ki-taek—kepala keluarga Kim—bersembunyi di ruang bawah tanah rumah keluarga Park.
Bayangan melingkupi wajahnya, menegaskan statusnya sebagai individu yang tak terlihat oleh sistem sosial. Pencahayaan ini menciptakan kontras yang tajam antara mereka yang hidup dalam terang—kaum borjuasi—dan mereka yang hidup dalam kegelapan—kaum proletar.
Menurut kritikus film Tony Rayns, penggunaan cahaya dalam Parasite adalah bentuk komentar visual terhadap mekanisme kapitalisme yang mempertahankan status quo. Mereka yang berada di atas menerima cahaya dan visibilitas, sementara mereka yang di bawah dibiarkan tenggelam dalam bayangan, tak terlihat dan dilupakan.
Permainan cahaya ini menjadi metafora yang menyentuh tentang bagaimana kapitalisme tidak hanya memisahkan kelas, tetapi juga membentuk persepsi kita tentang siapa yang layak diperhatikan dan siapa yang harus tetap tak terlihat.
Cahaya dan bayangan dalam Parasite bukan hanya elemen estetika, tetapi juga berfungsi sebagai perangkat naratif yang membangun ketimpangan sosial. Seperti yang telah disebutkan, mereka terjebak dalam ilusi bahwa mereka bisa sukses dalam sistem yang dirancang untuk menindas mereka.
Film ini merepresentasikan konsep tersebut melalui penggunaan cahaya. Rumah keluarga Park selalu diterangi cahaya alami, memberi kesan kehidupan yang nyaman dan stabil. Sebaliknya, rumah semi-basement keluarga Kim hanya mendapat sedikit cahaya, mencerminkan keterbatasan akses mereka terhadap sumber daya ekonomi.
Pencahayaan juga digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara mereka yang “melihat” kenyataan dan mereka yang hidup dalam ilusi. Saat Ki-woo berdiri di bawah cahaya lampu jalan sebelum mengambil pekerjaan sebagai tutor, ia secara simbolis berada di persimpangan antara harapan dan keterjebakan dalam sistem kapitalisme.
Framing dan Representasi Ruang sebagai Alat Penindasan
Bong Joon-ho juga menggunakan teknik framing dengan cermat untuk menunjukkan bagaimana ruang fisik menjadi simbol penindasan kelas. Framing dalam film ini tidak hanya membatasi ruang gerak karakter secara fisik, tetapi juga merefleksikan keterbatasan sosial yang dihadapi kaum proletar.
Adegan ketika keluarga Kim bersembunyi di bawah meja saat keluarga Park kembali ke rumah adalah contoh paling kuat dari penggunaan framing sebagai metafora penindasan. Kamera menempatkan keluarga Kim dalam ruang sempit dengan sudut rendah, memperlihatkan mereka sebagai sosok-sosok kecil yang tersembunyi dan tak berdaya di hadapan kekuasaan kelas atas. Perspektif ini memperkuat bagaimana sistem kapitalisme menempatkan kelas pekerja di posisi yang tidak terlihat, tapi selalu diawasi.
Lebih jauh, Bong Joon-ho sering menggunakan bingkai dalam bingkai—seperti jendela atau pintu—untuk memisahkan karakter dari ruang yang lebih luas. Keluarga Park sering digambarkan melalui bingkai besar, menunjukkan kebebasan dan akses yang mereka miliki. Sementara keluarga Kim kerap muncul di balik jendela kecil atau celah sempit, menegaskan keterbatasan mereka dalam meraih kehidupan yang lebih baik.
Konsep ini sejalan dengan pemikiran Michel Foucault, di mana kekuasaan bekerja melalui pengaturan ruang dan pengawasan yang subtil. Rumah keluarga Park yang luas dan tertata menjadi metafora tentang bagaimana kelas atas dapat hidup tanpa bersinggungan dengan penderitaan kelas bawah, sementara ruang sempit keluarga Kim menjadi simbol keterjebakan dalam sistem yang menindas.
Dengan framing yang penuh makna ini, Bong Joon-ho menegaskan bahwa penindasan dalam kapitalisme tidak selalu kasat mata, melainkan merasuk dalam cara kita mengalami ruang dan memandang dunia di sekitar kita.
Air sebagai Simbol Ketimpangan Sosial
Salah satu adegan paling emosional dalam film ini adalah ketika banjir besar menghantam rumah keluarga Kim. Air, yang biasanya diasosiasikan dengan kebersihan dan kesuburan, dalam film ini menjadi simbol penghancuran kelas bawah. Bagi keluarga Park, hujan adalah berkah yang membuat taman mereka segar. Tetapi bagi keluarga Kim, hujan adalah bencana yang menghapus sedikit kenyamanan yang mereka miliki.
Bong Joon-ho menggunakan air sebagai metafora ganda yang mempertegas ketimpangan sosial. Dalam teori semiotika Roland Barthes, tanda memiliki makna denotatif dan konotatif. Secara denotatif, air adalah elemen alamiah yang bersifat netral. Namun, dalam konteks sosial, air menjadi simbol konotatif yang memperlihatkan bagaimana elemen yang sama dapat menciptakan dampak yang berbeda tergantung pada posisi kelas sosial.
Adegan banjir ini juga memperlihatkan bagaimana keluarga Kim harus menyelamatkan barang-barang mereka yang paling berharga dari air yang meluap, sementara keluarga Park menikmati udara segar setelah hujan tanpa merasa terancam. Ketika Chung-sook, ibu keluarga Kim, duduk di toilet yang meluap sambil merokok, gambaran ini menjadi simbol pemberontakan diam-diam melawan sistem yang terus menekan mereka.
Menurut Slavoj Žižek, bencana alam dalam kapitalisme sering kali memperkuat ketidakadilan yang sudah ada, karena mereka yang berada di bawah lebih rentan terhadap dampaknya. Parasite menangkap ketimpangan ini dengan cara yang sangat visual, menunjukkan bahwa dalam masyarakat kapitalis, bahkan kekuatan alam sekalipun dapat menjadi alat penindasan.
Salah satu adegan paling emosional dalam film ini adalah ketika banjir besar menghantam rumah keluarga Kim. Air, yang biasanya diasosiasikan dengan kebersihan dan kesuburan, dalam film ini menjadi simbol penghancuran kelas bawah. Bagi keluarga Park, hujan adalah berkah yang membuat taman mereka segar. Tetapi bagi keluarga Kim, hujan adalah bencana yang menghapus sedikit kenyamanan yang mereka miliki
Perbedaan ini mencerminkan bagaimana sistem kapitalisme menciptakan pengalaman yang berbeda bagi setiap kelas. Seperti yang dikatakan Žižek, “Kapitalisme tidak menciptakan kesetaraan, melainkan memperkuat jurang pemisah antara kaya dan miskin”.
Sinematografi dalam Parasite bukan hanya alat estetika, tetapi juga perangkat kritik sosial yang tajam terhadap kapitalisme modern. Melalui simbol-simbol visual seperti tangga, cahaya, framing, dan elemen lingkungan seperti air, Bong Joon-ho menghidupkan teori perjuangan kelas ala Karl Marx dalam layar lebar. Film ini tidak hanya menunjukkan ketimpangan sosial, tetapi juga bagaimana sistem kapitalisme membentuk dan mempertahankan perbedaan kelas.
Seperti yang dikatakan Bong Joon-ho dalam salah satu wawancara, “Kita semua hidup dalam sistem yang sama, tetapi tidak semua orang mengalami dunia dengan cara yang sama.” Parasite bukan sekadar hiburan, tetapi juga panggilan untuk melihat dunia dengan perspektif baru—melalui bingkai sinematografi yang mengungkap wajah asli kapitalisme